Menjual belikan emas secara kredit
hukumnya haram. Karena emas termasuk salah satu barang ribawi yang jika
dijualbelikan harus dilakukan secara kontan (yadan bi yadin). Yaitu
tidak boleh bertempo (nasi`ah) atau secara kredit. (Taqiyuddin
an-Nabhani, an-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam, hal. 267; Ali
as-Salus, Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah, hal. 031; Adnan
Sa’duddin, Ba’iu at-Taqsit wa Tathbiqatuha al-Muashirah, hal. 151;
Shabah Abu As-Sayyid, Ahkam Baiut Taqsith fi Asy-Syariah al-Islamiyah,
hal. 43; Hisyam Barghasy, Jual Beli Secara Kredit (terj.), hal. 109).
Dalil keharamannya adalah
hadis-hadis Nabi SAW. Antara lain riwayat dari Ubadah bin Shamit RA bahwa Nabi
SAW bersabda,”Emas ditukarkan dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan
gandum (al-burru bil burri), jewawut dengan jewawut (asy-sya’ir bi
asy-sya’ir), kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus sama takarannya
(mitslan bi mitslin sawa`an bi sawa`in) dan harus dilakukan dengan
kontan (yadan bi yadin). Dan jika berbeda jenis-jenisnya, maka juallah
sesukamu asalkan dilakukan dengan kontan (yadan bi yadin).” (HR Muslim
no 1587).
Imam Syaukani menjelaskan hadis
tersebut,”Jelas bahwa tidak boleh menjual suatu barang ribawi dengan sesama
barang ribawi lainnya, kecuali secara kontan. Tidak boleh pula menjualnya
secara bertempo (kredit), meskipun keduanya berbeda jenis dan ukurannya,
misalnya menjual gandum dan jewawut (sya’ir), dengan emas dan perak.”
(Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 1061).
Dalil lainnya riwayat Ubadah bin
Shamit RA bahwa Nabi SAW bersabda,”Juallah emas dengan perak sesukamu,
asalkan dilakukan dengan kontan.” (HR Tirmidzi). Menjelaskan hadis ini,
Imam Taqiyuddin an-Nabhani berkata,”Nabi SAW telah melarang menjual emas dengan
mata uang perak (al-wariq) secara utang (kredit).” (Taqiyuddin
an-Nabhani, ibid., hal. 267).
Dalil-dalil di atas jelas
menunjukkan bahwa menjualbelikan emas haruslah memenuhi syaratnya, yaitu wajib
dilakukan secara kontan. Inilah yang diistilahkan oleh para fuqoha dengan kata
“taqabudh” (serah terima dalam majelis akad) berdasarkan bunyi nash “yadan
bi yadin” (dari tangan ke tangan). Dengan demikian, menjualbelikan emas
secara kredit atau angsuran, melanggar persyaratan tersebut sehingga hukumnya
secara syar’i adalah haram.
Memang ada yang berpendapat bahwa
emas yang dijual sekarang dibeli dengan uang kertas (fiat money; bank
note), yang tidak mewakili emas. Jadi emas tersebut berarti tidak dibeli
dengan sesama emas atau barang ribawi lainnya (semisal perak), sehingga
hukumnya boleh karena tidak ada persyaratan harus kontan.
Pendapat tersebut tidak dapat
diterima, karena uang kertas sekarang sama fungsinya dengan mata uang emas
(dinar) dan mata uang perak (dirham), yaitu sebagai alat tukar untuk mengukur
harga barang dan upah jasa. Maka dari itu, hukum syar’i yang berlaku pada emas
dan perak berlaku juga untuk uang kertas sekarang. (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal
fi Daulah al-Khilafah, hal. 175).
Kesimpulannya, menjualbelikan
emas secara kredit hukumnya haram, karena emas termasuk barang ribawi yang
disyaratkan harus kontan jika dijualbelikan atau dipertukarkan. Wallahu
a’lam. (www.faridm.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar